Jakarta_Kspsinews,-Organisasi Ketenagakerjaan Internasional/ International Labour Organization (ILO) dalam rangka memperingati Hari AIDS Sedunia tahun 2023 menyelenggarakan Workshop bertema: Bergerak Bersama Komunitas Akhiri AIDS 2030 “Tingkatkan Kualitas Implementasi Kebijakan Non Diskriminasi Dan P2HIV Di Tempat Kerja Bersama Komunitas.” (Kamis 14.12.2023, Swiss-Bellin Hotel Kemayoran Jakarta) yang dihadiri 50 peserta dari unsur Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Kesehatan, KPPPAI, Forum LSM Penyitas HIV/AIDS, KPAD, KSPSI Pimpinan Yorrys Raweyai, KSBSI, KSPSI ATUC, KSPI, KSPN, KSARBUMISI.
Dalam sambutan sekaligus membuka acara Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja – Kementerian Ketenagakerjaan RI, ibu Dr. Haiyani Rumondang, MA menyampaikan Epidemi AIDS menjadi tantangan berat bagi pembangunan termasuk pembangunan di sektor ketenagakerjaan. Jika tidak dikelola dengan baik bukan hanya menjadi isu kesehatan, namun juga berimbas pada masalah sosial dan ekonomi. Temuan kasus HIV pada bulan Januari hingga Maret 2023 sebanyak 13.279 orang, dimana jumlah orang dengan risiko terinfeksi HIV mendapatkan tes HIV pada periode Januari – Maret 2023 mencapai 1.230.023 orang. (SIHA kemenkes)
Indonesia masih memilliki tantangan besar untuk bisa mencapai jalur cepat dalam upaya stop HIV pada tahun 2030 dengan menargetkan 95-95-95 yang artinya 95% estimasi Orang Dengan HIV (ODHIV) diketahui status HIV-nya, 95% ODHIV diobati dan 95% ODHIV yang diobati mengalami supresi virus, dimana ini merupakan tiga target yang ingin dicapai dalam menuju target Ending AIDS menuju Indonesia bebas AIDS pada tahun 2030. Dukungan dan peran dunia usaha melalui Program Pencegahan dan Penanggulangan HIV AIDS (P2 HIV AIDS) di tempat kerja sangat strategis dalam upaya menuju akhir dalam upaya menuju akhir AIDS tahun 2030. Kementerian Ketenagakerjaan RI dengan didukung unsur tripartit serta pihak-pihak terkait lainnya telah memiliki komitmen yang tinggi untuk melakukan upaya perlindungan tenaga kerja melalui pelaksanaan program P2 HIV AIDS di tempat kerja, salah satunya melalui penyusunan Rencana Aksi Pencegahan dan Penanggulangan HIV AIDS di tempat kerja.
Rencana Aksi P2 HIV AIDS di tempat kerja ini merupakan bagian dari implementasi Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 68 Tahun 2004, yang disusun untuk mendukung Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pengendalian HIV AIDS. Rencana aksi ini menjadi pedoman dalam melakukan sinergi kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS yang dilaksanakan seluruh pemangku kepentingan dalam program di tempat kerja. Saya mengucapkan terima kasih dan menyambut baik disusunnya Rencana Aksi P2 HIV AIDS ini. Kolaborasi yang baik dan efektif antara Kementerian Ketenagakerjaan RI dan ILO bersama pemangku kepentingan yang merupakan salah satu upaya strategis dalam rangka pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di tempat kerja sehingga sangat tepat digunakan sebagai pedoman oleh semua pemangku kepentingan terkait, mengakhiri sambutannya.
Sementara Early Dewi Nuriana National Project Officer of HIV/AIDS and Care Economy at International Labour Organization International Labour Organization dalam sambutannya mengingatkan Secara epidemiologi HIV AIDS, Indonesia berada dalam kategori rendah yang terkonsentrasi pada populasi kunci (laki-laki) yang melakukan hubungan seks dengan laki-laki, pekerja seks, transenden dan pengguna napza). Epidemi HIV AIDS di Indonesia sudah berlangsung sejak tahun 1987 ketika kasus pertama dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan. Hingga Desember tahun 2021, epidemi ini sudah menyebar ke seluruh Indonesia dan dilaporkan oleh 502 (97,6%) kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia (Kementerian Kesehatan Triwulan IV Tahun 2021).
Laporan Triwulan IV Tahun 2021 dari Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa jumlah AIDS tertinggi, berdasarkan latar belakang pekerjaan/status, ditempati tenaga non profesional di urutan pertama (pekerja) sebanyak 22.382, disusul Ibu rumah tangga (19.356), wiraswasta/usaha sendiri (17.505), petani/peternak/nelayan (6.652) dan buruh kasar (6.611). Presentase HIV secara kumulatif dari tahun 1987 hingga Desember 2021 untuk usia 25-49 tahun sebesar 70,6%, 20-24 tahun 15,8% dan kelompok umur di atas 50 tahun 7,1%. Data orang yang terinfeksi HIV yang dialami pada usia produktif usia 20-49 tahun sebesar 86,4%. Sementara itu, untuk data AIDS di usia yang sama sebesar 85,9% (kumulatif dari tahun 2010 hingga September 2019) dan jumlah kumulatif untuk kasus AIDS tertinggi berada pada kelompok umur 20-49 tahun sebesar 77,5%. Ini menunjukkan bahwa kasus HIV dan AIDS terjadi secara seimbang dan konsisten dengan dominasi usia Produktif.
Negara-negara di Asia, termasuk Indonesia, memiliki percepatan angka infeksi baru terkait HIV pada 44% laki-laki yang melakukan hubungan seks dengan laki-laki di usia produktif. Karenanya, kendati kategori epdiemi HIV AIDS terbilang rendah pada populasi kunci, namun bila peningkatan kasus infeksi HIV baru tidak terkendali, HIV dapat menjadi ancaman nyata bagi angkatan kerja di Indonesia dan berpotensi menjadi nihil peluang emas bonus demografi pada 2030. Dari sisi Survei Terpadu Biologi Perilaku (IBBS) yang secara rutin dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, tidak terdapat data secara khusus terkait tempat kerja karena tidak tersedianya variabel khusus tentang tempat kerja. Hal ini dapat dipahami mengingat IBBS mengacu pada populasi kunci di mana pengkategoriannya mengacu pada kelompok populasi kunci dan tidak berdasarkan sektor tempat kerja.
Namun demikian, data yang dimiliki Yayasan Kusuma Buana (YKB), dengan dukungan ILO, telah mendokumentasikan Jumlah pekerja yang mengikuti VCT selama enam tahun dari tahun 2013 hingga 2019 sebanyak 23.736 dengan hasil reaktif 85 orang (72 laki-laki dan 14 perempuan) yang berada pada sektor-sektor pelabuhan, konstruksi dan transportasi. Dari sisi kasus HIV tertinggi berdasarkan provinsi (Laporan Triwulan 4 Tahun 2021, Kementerian Kesehatan), ada lima provinsi dengan jumlah kasus tertinggi, yaitu DKI Jakarta (73.442), diikuti Jawa Timur (68.112), Jawa Barat (49.435), Jawa Tengah (42.012) dan Papua (40.227). Empat dari kelima provinsi dengan HIV tertinggi di Indonesia tersebut merupakan provinsi yang memiliki kepadatan penduduk dan didominasi oleh sektor industri. Setelah tiga dekade berupaya menanggulangi epidemi HIV AIDS, masalah stigma dan diskriminasi pada orang dengan HIV AIDS (ODHA) masih menjadi masalah besar di dunia, termasuk Indonesia (UNAIDS 2010; UNAIDS 2017; ILO 2014) (UGM 2016). Meskipun secara resmi peraturan perundang-undangan yang ada melarang terjadinya stigma dan diskriminasi, Tetapi praktik ini masih kerap terjadi (Tirto.id 2010; Tirto.id 2019). Tingginya stigma dan diskriminasi di tempat kerja terdokumentasi dari ILO Gallup yang melakukan survei di 50 negara dengan hasil 4 dari 10 responden menyatakan bahwa ODHIV seharusnya tidak diizinkan untuk bekerja secara langsung dengan orang lain yang tidak memiliki HIV. Temuan lainnya menyatakan dukungannya untuk mewajibkan tes HIV sebelum diizinkan bekerja (59,6%).
Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Keputusan Menteri Tenaga Kerja) No. 68 Tahun 2004, Pasal 2 menyebutkan bahwa pengusaha wajib melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS di tempat kerja. Namun peraturan tersebut tidak mengatur sanksi bagi perusahaan dan hanya mendorong perusahaan untuk menerapkan P2HIV AIDS di tempat kerja. Upaya untuk mendorong percepatan implementasi Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 68/2004 tersebut, pada 2012 diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No. 44/2012 yang mengatur Pedoman pemberian penghargaan (awards) kepada perusahaan yang menerapkan program pencegahan HIV AIDS di tempat kerja. Selanjutnya, sejak tahun 2018, isu HIV AIDS sudah menjadi isu kesehatan dan keselamatan kerja (K3) sebagai Bagian dari Profil K3 Nasional. Saat ini pada 2023, Kementerian Ketenagakerjaan menyusun penyelesaian Program K3 Nasional.
Lebih lanjut Early Dewi Nuriana menyampaikan, namun adanya pandemi COVID-19 membuat hampir seluruh kegiatan pencegahan HIV AIDS di tempat kerja menurun dan bahkan tidak lagi dilakukan karena prioritas difokuskan pada pada pengelolaan pandemi COVID-19. Tempat kerja, selain merupakan tempat strategis di mana sebagian besar usia produktif berada, mempunyai berbagai kekuatan sumber daya (sumber daya manusia, sistem organisasi dan teknologi serta jumlah pekerja) yang memungkinkan dilaksanakannya upaya pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS secara terstruktur, sistematis, masif dan berkelanjutan untuk mencapai target dengan penerapan strategi STOP (Suluh, Temukan, Obati, Pertahankan), pungkasnya.
(Penulis: Tri Ruswati – Wasekjen KSPSI)