Jakarta_Kspsinews,- Tenaga kerja bukanlah komoditas seperti barang dan jasa yang dapat diperdagangkan. Pekerja atau buruh adalah orang-orang yang memiliki harapan, impian, serta aspirasi diri dan keluarganya. Semua manusia, terlepas dari ras, kepercayaan atau jenis kelamin, berhak untuk mengejar kesejahteraan materi dan perkembangan spiritual mereka dalam kondisi bebas dan bermartabat, kondisi keamanan ekonomi, dan kesetaraan kesempatan. Dengan kata lain, pekerjaan berbayar lebih dari sekadar memenuhi materi kebutuhan pekerja; mereka juga perlu memiliki kesempatan untuk memenuhi kehidupan pribadi mereka.
Sejak awal Revolusi Industri, pembatasan jumlah jam kerja telah dilakukan. Gerakan membatasi jumlah jam kerja dengan isu bahwa jam kerja yang sangat panjang berkaitan dengan peningkatan biaya perlindungan kesehatan dan kesejahteraan pekerja. Pekerjaan dengan waktu yang panjang cenderung memberi stress dan kejenuhan pada pekerja sehingga mengurangi produktivitas mereka.
Dalam perjalanan waktu, pada abad setelah revolusi industri, isu “waktu kerja” terus menempati tempat utama dalam perdebatan ketenagakerjaan, tidak hanya jumlah jam kerja tetapi juga pengaturan waktu kerja atau jadwal kerja. Kedua aspek waktu kerja atau jumlah jam kerja dan pengaturan waktu kerja (jadwal kerja) merupakan faktor kunci bagi pekerja dalam menentukan cara yang tepat untuk dapat menyeimbangkan pekerjaan berbayar mereka dengan kehidupan pribadi mereka, termasuk tanggung jawab keluarga dan kebutuhan pribadi lainnya. Misalnya, jam kerja yang panjang (>48 jam per minggu) berdampak negatif pada keseimbangan kerja dan kehidupan pekerja, sementara jam kerja yang lebih pendek dapat membantu memfasilitasi keseimbangan itu. Pengaturan waktu kerja yang memiliki jadwal yang dapat diprediksi atau fleksibel juga dapat membantu memfasilitasi pekerjaan yang lebih baik dengan keseimbangan hidup, sedangkan mereka dengan jadwal yang tidak dapat diprediksi memiliki efek sebaliknya. Singkatnya, jumlah jam kerja dan pengaturan waktu kerja berdampak pada keseimbangan kehidupan kerja para pekerja.
Pentingnya Keseimbangan antara kerja dan keseimbangan hidup di dunia kerja
Pembatasan jumlah jam kerja untuk melindungi kesehatan pekerja telah menjadi isu penting dalam dunia kerja lebih dari satu abad. Munculnya “keseimbangan kerja-hidup” sebagai tujuan sosial yang signifikan terjadi jauh di kemudian hari, hal ini bermula dari meningkatnya kesadaran pembuat kebijakan tentang kesulitan yang dihadapi pekerja dalam mendamaikan diri mereka dengan kehidupan pribadinya sebagai pekerja dengan waktu kerjanya. Kesadaran ini pertama kali muncul akibat menurunnya jumlah laki-laki pencari nakah dimana pada saat yang sama perempuan masuk ke pasar tenaga kerja untuk menjadi pencari nafkah juga, yang menyebabkan di tengah keluarga muncul suatu model “penghasilan ganda” di mana semua orang dewasa diasumsikan dalam pekerjaan berbayar.
Berkurangnya ketergantungan perempuan pada laki-laki dalam hal ekonomi merupakan perkembangan positif namun membawa tantangan baru, karena banyak perempuan sekarang menghadapi apa yang disebut dengn “kerja ganda”: – kerja pertama sebagai tenaga kerja berbayar dan kedua tenaga kerja tidak dibayar dilakukan di rumah.
Konflik pekerjaan dan kehidupan terus berlanjut hingga saat ini, terutama bagi perempuan, yang terus melakukan sebagian besar tugas rumah tangga dan perawatan anggota rumah tangga di semua negara. Namun, para laki-laki juga menghadapi konflik salah satunya adalah ketertinggalan mereka yang lambat-laun semakin nyata dalam keterlibatan ditengah keluarga. Pergeseran demografis terkait dengan populasi yang menua yang menjadikan mereka beban pada angkatan berikutnya semakin mengintensifkan konflik pekerjaan-kehidupan. Pekerja yang mengalami stress akibat hal di atas, menimbulkan efek negatif yakni berkurangnya produktivitas yang akhirnya berimbas pada perusahaan.
Pandemi COVID-19 telah memperkuat kekhawatiran akan hal ini, setidaknya di negara-negara yang lebih maju. Hal ini menyebabkan banyak pekerja mencari pekerjaan baru yang memiliki fleksibilitas yang lebih besar, khususnya kemampuan untuk bekerja dari jarak jauh. Dengan demikian pekerja berharap kesempatan untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik antara pekerjaan berbayar dan kehidupan pribadi mereka, termasuk semakin adanya waktu bagi mereka bersama keluarga dan waktu untuk kepentingan pribadi mereka sendiri.
Keseimbangan kehidupan kerja yang sehat di antara karyawan, bermanfaat juga bagi pemberi kerja dalam memberikan dampak positif bagi perusahaan. Perusahaan yang menerapkan kebijakan “keseimbangan kerja- hidup”, mendapat manfaat dengan meningkatnya retensi karyawan, perekrutan yang lebih baik, tingkat absensi yang lebih rendah serta produktifitas yang lebih tinggi.
Fitur paling menonjol dari pola dan perkembangan waktu kerja di dunia saat ini adalah distribusi yang tidak merata pada pembagian jam kerja. Acuan pada statistik waktu kerja yang berfokus pada rata-rata jam kerja dapat menjadi indikator yang menyesatkan. Terlebih lagi sejak awal revolusi industri, di beberapa belahan dunia dan beberapa kelompok pekerja, fenomena jam kerja pendek yang dikenal dengan “pekerja paruh waktu” telah menjadi isu yang munculnya di berbagai belahan dunia. Jam kerja yang singkat (paruh waktu) berpotensi menguntungkan “keseimbangan kerja-hidup” karena mereka menyediakan bagi para pekerja waktu yang lebih banyak untuk kehidupan pribadi mereka, termasuk tanggung jawab keluarga mereka.
Namun, singkatnya jam kerja ini berpotensi juga menimbulkan dampak lain terutama bagi para pekerja dengan jam kerja yang sangat singkat, karena terkait dengan setengah pengangguran, terkait dengan manfaat hak pekerja yang terbatas atau tidak sama sekali (misalnya, tidak ada tunjangan jaminan sosial, tidak ada cuti berbayar) dan sering dikaitkan dengan hal yang tidak dapat diprediksi.
Jam kerja yang panjang dan pendek juga dapat menghadirkan tantangan bagi pemberi kerja: dalam kasus jam kerja yang panjang karena menurunnya produktivitas marjinal dan dalam kasus jam kerja pendek karena pekerjaan paruh waktu bisa lebih sulit dikelola jika operasi bisnis didasarkan pada logika penuh waktu (untuk misalnya, penjadwalan kerja shift).
Pembahasan tentang kesimbangan kerja-hidup perlu menjadi topik utama antara pemerintah, pengusaha dan pekerja. Jika melihat trend data pekerja dunia dari tiap dekade, tampak penurunan jumlah jam kerja di berbagai belahan dunia, bahkan Korea Selatan telah memperkenalkan waktu kerja lima hari dalam seminggu. Dunia sudah berubah, pekerja harus merubah paradigma tentang kerja dari sekedar mencari nafkah kearah yang lebih menyeimbangkan antara kerja dan kehidupan mereka dengan keluarga ataupun pribadi sendiri.
Sumber:https://www.ilo.org/global/about-the-ilo/newsroom/news/WCMS_864986/lang–en/index.htm