Jakarta_Kspsinews,- Enam Konfederasi Serikat Pekerja-Serikat Buruh : KSPSI Pimpinan Yorrys Raweyai, KSBSI, KSPSI ATUC, SARBUMUSI, KSPI, KSPN bersama-sama menyampaikan hasil kertas posisi RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang diterima langsung oleh Agus Suprapto (Ketua DJSN-unsur pemerintah) yang didampingi Subiyanto (unsur pekerja) serta perwakilan Deputi Kemenko PMK di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta, Rabu (13/12/2023).
Seperti diketahui DJSN adalah dewan yang berfungsi untuk membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional.
Pada dasarnya kaum pekerja/ buruh sangat menyambut baik usulan pemerintah untuk melahirkan Rancangan Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA), yang sampai saat ini masih dalam pembahasan di DPR RI, namun sangat disayangkan dalam pembahasan draft RUU KIA partisipan masyarakat tidak dimaksimalkan keterlibatannya, khususnya kawan-kawan Serikat Pekerja/ Serikat Buruh, karena ini mengangkut ‘nasib kesejahteraan bagi pekerja/ buruh perempuan’, apalagi masih belum adanya kejelasan gambaran tentang draft asli RUU KIA hingga saat ini.
Untuk itulah, keenam Konfederasi SP/SB menginisiatifkan diri membentuk Aliansi Konfederasi SP/SB guna mengadvokasi dengan memberikan masukan-masukan kepada pemangku kepentingan (stakeholder) yang dirumuskan bersama dalam bentuk ‘kertas posisi rekomendasi SP/ SB terhadap RUU KIA’ yang dilaksanakan di Banten, pada tanggal 20-21 Juni 2023, dan dilanjutkan mensosialisasikan kertas posisi RUU KIA tersebut kepada kawan-kawan FSP-Anggota Konfederasi di Bandung yang di support International Labour Organization (ILO) Office Jakarta.
Disampaikan Ketua Koordinator Aliansi 6 (enam) Konfederasi SP/SB, Sulistri, teridentifikasi di dalam RUU KIA perlu penegasan masalah hak maternity : cuti melahirkan bagi ibu yang melahirkan yang tertuang dalam UU No.13/2003 diberikan 3 bulan saja, diusulkan menjadi 6 bulan dan hak paternity : cuti pendampingan oleh suami/ ayah yang semula 2 hari menjadi 40 hari, cuti keguguran selama 1,5 bulan dan semua cuti ini dibayar dengan upah penuh, serta hal lain pengaturan day care yang lebih jelas dan detail, ruang laktasi & fasilitas pendukungnya, dan tidak kalah pentingnya perlindungan terhadap pekerja perawatan yaitu mereka yang bekerja di daycare, paud, pekerja paliatif, contoh sebagai caregiver yang bekerja dari jam 07.00 pagi sampai jam 17.00 sore selama 6 hari kerja hanya di gaji berkisaran 1.200.000,- sampai 1.500.000,- rupiah perbulannya, tidak mendapatkan Jaminan Sosial, sehingga dikatakan sebagai pekerja di ekonomi perawat hidup dalam keprihatinan karena kerja dibayar dengan nominal jauh dari kata cukup, apalagi untuk mencapai kerja-kerja layak masih jauh dari impian. Selain itu, terdapat kebingungan terkait pembiayaan upah tambahan cuti melahirkan, cuti pendampingan suami. Hal ini sangat penting kami sampaikan kepada pemangku kepentingan untuk sebagai masukan draft RUU KIA tersebut, serta upaya untuk meningkatkan etos kerja dalam menyambut bonus demografi Indonesia yang akan menciptakan sumber daya manusia yang sehat, sejahtera dan produktif sebagai generasi emas di tahun 2045, pungkasnya.
(Penulis : Tri Ruswati – Wasekjen KSPSI Bidang Perempuan & Anak)