Jakarta_Kspsinews– Sekretaris Jenderal Kementrian Ketenagakerjaan Republik Indoesia melakukan Konsultasi Tripartit Dalam Rangka Pencermatan Pelaporan Implementasi Konvensi International Labor Organization (ILO) yang belum diratifikasi untuk peroode tahun 2023. Sebagai negara anggota ILO Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk meyampaikan pelaporan implementasi Konvensi tersebut. Acara yang dilaksanakan di Hotel Ciputra, CIbubur berlangsung selama tiga hari (22 s/d 24 Februari 2023) melibatkan Perwakilan Assosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Konfederasi Serikat Pekerja/Buruh, Bappenas, dan Kementrian Luar Negeri.
Pelaporan yang harus disampaikan oleh Pemerintah Indonesia untuk periode 2023 adalah Konvensi ILO 150 dan Rekomendasi ILO No.158 tentang Administrasi Ketenagakerjaan dengan melakukan pembahasan pada kuisioner yang telah dibuat oleh ILO.
Konsultasi Tripartit tersebut diawali dengan pemaparan pandangan umum tripartit terkait Sistem Administrasi Ketenagakerjaan dari perwakilan PTRI Jenewa, perwakilan APINDO, dan perwakilan Serikat Pekerja.
Myra Hanartani perwakilan APINDO mengapresiasi komitmen pemerintah dalam melibatkan unsur tripartite dalam penyusunan pelaporan ini, sehingga dengan berbagai masukan penyusunan pelaporan dapat tepat waktu sehingga memberi penilaian positif dari ILO untuk Indonesia. APINDO dalam pemaparan pasal per pasal Konvensi 150 ILO menyatakan bahwa Indonesia sudah mengacu pada Sistem Administrasi Ketenagakerjaan meski Indonesia belum meratifikasi namun penyelenggaraan pemerintahan sudah mengacu pada konvensi tersebut dengan diwujudkan melalui berbagai peraturan perundang-undangan. Bahkan pemerintahan daerah juga melakukan fungsi ketenagakerjaan. Undang-undang ketenagakerjaan seperti UU No.13 tahun 2003, UU No.11tahun 2020, Perppu No 2 tahun 2022 dan lain sebagainya yang kesemuanya menunjukkan bahwa pelaksanaan administrasi ketenagakerjaan itu di semua lini sudah ada.
Lebih lanjut Myrna memaparkan bahwa substansi secara umum, praktek di Indonesia sudah mengikuti Konvensi 150, namun pada pasal 6 ayat dua huruf c dan pasal 7 sepertinya belum tampak pelaksanaannya , terutama tentang bagaimana organ-organ bodys melihat dan mempelajari tentang masalah employment dan unemployement , prakteknya belum kelihatan. Myrna mengatakan bisa saja sudah ada namun tidak langsung menjamahnational policy tetang ketenagakerjaan. Pada pasal 7 bahwa secara bertahap agar organ-organ bodys bisa menjangkau pekerja-pekerja UMKM belum tersentuh. Jadi kedua pasal ini belum tampak secara signifikan prakteknya secara ketenagakerjaan. Tapi pada umumnya sudah mengacu pada konvensi 150.
Sementara dari Pekerja yang diwakili Soeharjono (SARBUMUSI) mmemaparkan bahwa dalam tataran pelaporan disepakati mencerminkan ke NKRI an kita. Apa yang telah dikatakan oleh APINDO, benar bahwa praktek konsultasi tripartit dan konsultasi bipartit, namun dengan ada perbedaan dengan dinas ketenagakerjaan memahami keadministrasian ini. Secara praktek negara Indonesia sudah fullfill melakukan Konvensi 150 seperti ada dewan pengawas K3,juga adanya lembaga tripartit dari tingkat nasional sampai tingkat daerah. Catatan yang disampaikan oleh pekerja adalah tren sektor informal akan semakin menjadi akibat dari perkembangan kecerdasan buatan, pekerja menuntut pemerintah untuk bisa meningkatkan kemampuan pengadministrasian terutama dengan akan adanya juga relokasi industri seperti kawasan industri Batang yang menjadi tujuan relokasi. Tentunya penguatan pada dinas terkait perlu ditingkatkan.
Konsultasi tripartit dalam rangka membuat pelaporan implementasi ini menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah diberikan ILO dalam bentuk kuisioner dan telah dibuat dalam bentuk matriks untuk memudahkan pembahasan.
Secara umum Sistem Administrasi Ketenagakerjaan di Indonesia dari pembahasan kuisioner menunjukkan bahwa Indonesia telah melakukan praktek-praktek Konvensi K-150 dan Rekomendasi 158 dengan baik. Namun urgensi untuk meratifikasi masih dipandang belum begitu mendesak.