waketum kspsi adlan nawawiAdlan Nawawi Wakil Ketua Umum Bidang OKK KSPSI

Jakarta_Kspsinews,- Wakil Ketua Umum DPP KSPSI yang membidangi Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan, Adlan Nawawi, menyampaikan suatu pandangan tentang bagaimana menegoisasikan kualitas dan kapasitas organisasi. Adlan menjelaskan bahwa sejak didirikan pada 20 Februari 1973, Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) yang berubah nama menjadi Serikat pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) telah melalui berbagai era dan masa serta situasi sosial dan politik berbeda-beda. Tantangan dan peluang yang dihadapi dan diperoleh pun beraneka ragam sesuai dengan tuntutan zaman yang mengitarinya.

Pada masa Orde Baru, Serikat Buruh yang berubah menjadi Serikat Pekerja, tidak lepas dari paradigma kekuasaan yang hendak mengakomodasi gerakan pekerja secara “halus:”, meski peraturan dan perundang-undangan yang menguatkannya tidak sepenuhnya menuai implemementasi yang maksimal. Beberapa kalangan menyebut kebijakan tersebut sebagai “policy of law non-eforcement”.

Di masa reformasi, gerakan buruh dan pekerja semakin mengemuka, bahkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keruntuhan otoritarianisme Orde Baru. Saat narasi demokrasi dan perubahan menjadi konsumsi bersama, saat itu pula, organisasi pekerja dan buruh menjadi bagian dari kebebasan bersuara, berpendapat dan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi.

Perkembangan globalisasi pun semakin pesat. Organisasi buruh dan pekerja larut dalam percaturan global dengan isu-isu yang tidak sekedar bersumber dari lokalitas kebangsaan dan keindonesiaan, tapi juga mondial. Pada saat yang sama, situasi di belahan bumi yang lain tidak luput untuk berpengaruh ke dalam negeri, baik dalam konteks isu maupun dampak bagi tatanan sosial dan kemasyarakatan, termasuk politik, ekonomi dan budaya.

Dari perkembangan sejarah pergerakan, dapat disimpulkan beberapa tipikal pasang surut perjalanan. Pada gilirannya tipikal ini yang menjadi dasar bagi kinerja Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) di bawah kepemimpinan Yorrys Raweyai ke depan. Tipikal itu dapat disebutkan sebagai: 1) Konsolidasi dan Mobilisasi; 2) Partisipasi; 3) Negosiasi

Konsolidasi dan mobilisasi merupakan tipikal pemerintah Orde Baru dalam berkomunikasi dengan Sertikat Pekerja serta memperlakukan organisasi tersebut sebagai institusi yang dapat dikanalisasi, diarahkan dan ditundukkan. Perlawanan terhadap kekuasaan dipandang sebagai tindakan subversif yang menuai hukuman dengan berbagai cara dan tindakan.

Partisipasi merupakan tipikal pergerakan serikat buruh dan pekerja yang terlibat dalam berbagai perubahan sosial dan politik. Demikian juga terlibat dalam mengisi perubahan dan mematangkan jalan bagi lahirnya peraturan dan perundang-undangan yang berpihak pada pekerja. Hal itu terlihat dalam kelahiran UU No 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta UU No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. UU No 21 Tahun 2001 bahkan sebuah langkah maju bagi pengakuan negara atas eksistensi serikat buruh dan pekerja di Indonesia setelah sebelumnya hanya dikenal tapi cenderung tidak dipandang; ada tapi seperti tiada.

Sementara itu, negosiasi kiranya merupakan tipikal organisasi pekerja dan buruh saat ini. Negosiasi dimaknai sebagai daya tawar organisasi dalam terlibat dalam perubahan dan usaha perbaikan masa depan. Relasi antara pekerja, pengusaha dan pemerintah dan hubungan industrial tripartit diharapkan menjadi relasi yang setara dan berkeadilan. Kesetaraan dan keadilan itu tidak dapat dituai saat jalinan ketiganya tidak duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.

Selama ini, pekerja selalu berada setingkat di bawah pengusaha dan pemerintah. Dalam mengharapkan keadilan, selain melalui parlemen jalanan, juga dilakukan dengan menengadahkan tangan kepada pengusaha dan pemerintah. Suatu hal yang sejatinya berjalan dengan sejajar dalam mekanisme kerja sama yang saling menguntungkan dan memberdayakan satu sama lain.

Karena itulah, ada 2 (dua) paradigma yang perlu diajukan sebagai panduan perjalanan organisasi. Pertama, Penguatan Internal. Dewasa ini serikat pekerja dan buruh diperhadapkan pada kondisi global dengan situasi perkembangan yang cukup pesat dalam berbagai bidang.

Organisasi Pekerja dan Buruh pun berada di tengah organisasi-organisasi profesi lainnya yang juga bahkan sedang berkembang secara internal dan eksternal. Atas dasar itu, tuntutan kinerja Organisasi Pekerja dan Buruh, khususnya KSPSI saat ini memerlukan fokus orientasi pada masa depan.

Tantangan ke depan terkait organisasi yang modern, mandiri dan kredibel merupakan tuntutan yang tidak bisa diabaikan dan dipandang sebelah mata. Kualitas sumber daya manusia yang mengisi figur-figur kepengurusan merupakan hal substansial dan tidak bisa ditawar. Bukan sekedar mengakomodasi figur-figur, tapi juga menempatkan mereka sesuai dengan kualitas dan kapasitasnya. Sehingga organisasi ini akan mewangi dan harum berkat kinerja, bukan atas dasar siapa sebagai apa di dalamnya.

Melalui kinerja yang maksimal akan tercipta suasana organisasi dan kondisi ber-organisasi yang nyaman dan terkendali. Setiap pengurus bekerja sesuai porsi dan tugasnya masing-masing dengan mematuhi setiap tata kerja organisasi, baik yang termaktub dalam AD/ART, maupun yang terangkum dalam Peraturan Organisasi sebagai implementasinya.

Kedua, Penguatan Eksternal. Dalam situasi dan kondisi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penyebaran informasi yang masif, konsolidasi figur kepengurusan harus menuai resonansi yang masif. Beberapa pengurus yang menduduki posisi pengambilan kebijakan harus mampu berkomunikasi dan berbicara secara arif dan bijaksana, tertata dan menarik di hadapan publik dalam merespons berbagai isu dan kebijakan terkait ketenagakerjaan.

Figur-figur itu harus merepresentasikan solidaritas dan soliditas organisasi. Mereka pun harus dipenuhi dengan kualitas dan kapasitas yang memadai agar mampu membawa aspirasi KSPSI. Mereka harus mampu didengarkan oleh pengusaha dan pemerintah dan menjadi corong utama bagi keduanya dalam mewujudkan harapan bersama. Pada gilirannya nanti akan tercipta kerja sama saling menguntungkan dalam hubungan tripartit.

Perlu disadari, kedua paradigma ini tidak mudah untuk diinternalisasi, apalagi diaktualisasikan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Infrastruktur perjalanan KSPSI selama ini belum cukup mampu untuk menghadirkan kinerja organisasi yang secepat kilat beranjak dari kesadaran. Karena itu, dibutuhkan waktu untuk menyamakan visi dan misi tentang entitas buruh dan pekerja dan pemahaman tentang diri dan lingkungannya.

Paling tidak, Ketua Umum DPP KSPSI, Yorrys Raweyai, senantiasa memberikan jalan lapang dan terbuka bagi seluruh pengurus dan kader untuk berekspresi dan berkreasi. Sejauh berada dalam fatsun dan adagiumnya yang jamak terdengar: “teguh dalam prinsip, luwes dalam penerapan dengan toleransi yang tidak berlebihan”, maka konsistensi perjalanan organisasi KSPSI kiranya masih berada dalam jalur yang dicita-citakan.

Itulah yang dapat dimaknai dari upaya menegosiasikan kualitas dan kapasitas organisasi. Sebab figur-figur kepengurusan KSPSI saat ini dihuni oleh mereka yang telah melalui perjalanan panjang organisasi yang akrab dengan atmosfir pekerja dan perburuhan. Semangat perjalanan itulah yang tidak boleh sedetikpun padam dan dipadamkan untuk sekedar memelihara harapan bagi kemajuan organisasi di masa depan.   

By Admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *