Jakarta_Kspsinews,- Era ketidakpastian yang dihadapi dunia pasca pandemi Covid-19 yang berlanjut pada krisis sosial ekonomi dan politik telah menuntuk kemampuan dan ketahanan serikat pekerja untuk dapat berinovasi dan bertransformasi. Kemampuan untuk berinovasi dan bertansformasi ini bahkan merupakan kunci bagi serikat pekerja agar tetap mampu menghadapi tantangan di dunia kerja yang berubah sangat cepat baik saat ini dan dimasa yang akan datang.
Kemajuan yang telah dibangun bersama oleh dunia dalam menciptakan kehidupan yang lebih baik, terhambat oleh pandemi yang secara global telah meluluhlantakkan kehidupan manusia terutama dalam bidang sosial ekonomi. Covid-19 telah mengakibatkan semakin dalamnya akar ketidaksetaraan dalam dunia kerja, termasuk semakin memperluas kesenjangan dalam perlindungan sosial.
Serikat pekerja sebagai organisasi yang memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan pekerja, justru harus menganggap bahwa pandemi Covid-19 sebagai panggilan untuk tetap berdiri dan membangun; panggilan untuk tetap berkontribusi dalam membangun masa depan bersama yang lebih baik. Pencapaian selama masa krisis berlangsung harus menjadi batu loncatan untuk pemulihan bagi semua, termasuk pekerja rentan atau pekerja di sektor ekonomi informal.
Royanto Purba, Wakil Sekjen KSPSI mengatakan bahwa pengalaman panjang serikat pekerja yang kesehariannya bekerja di lingkungan yang cukup kompleks, tentu memberikan banyak pengalaman terutama pengalaman-pengalaman positif yang menjadi modal dalam merevitalisasi dan mengubah layanan inovatif yang senantiasa mewakili kebutuhan buruh dan pekerja, baik melalui advokasi tentang topik-topik penting ataupun melalui kampanye-kampanye jaminan sosial yang melibatkan serikat pekerja maupun masyarakat. The Bureau for Workers ‘Activities (ACTRAV) sebagai salah satu biro kegiatan pekerja, melansir bahwa terdapat 60 persen tenaga kerja global atau sekitar dua milliar laki-laki dan perempuan, berada pada status pekerja rentan (informal).
“Pekerja rentan tentu membutuhkan perlindungan sosial, namun kita berharap agar pemerintah mampu merancang produk dan layanan proteksi sosial yang sesuai dengan kebutuhan pekerja informal, terjangkau dan disesuaikan dengan mata pencaharian mereka. Serikat Pekerja harus menjadi sentral dalam mewadahi semua kepentingan ini melalui inovasi dan kreativitas, mendesak pemerintah membuat regulasi yang menyentuh pekerja rentan, selain itu mampu menawarkan jalan untuk memfailitasi pekerja menjalani masa transisi dari pekerja informal ke formal” pungkas Royanto.
Royanto juga menjelaskan bahwa ada beberapa faktor penyebab kesenjangan cakupan perlindungan sosial pekerja ekonomi informal selain dari perlindungan hukum. Penyebab kesenjangan itu antara lain kurangnya informasi, administrasi yang rumit yang cenderung membuat pekerja enggan untuk mengurus jaminan sosialnya, kebijakan yang tidak memadai, stigma kepada badan jaminan sosial yang sering mempersulit pencairan, dan kurangnya kepatuhan atau penegakan yang mengakibatkan manfaat jaminan sosial tersebut menjadi hilang.
ILO telah meliris beberapa langkah-langkah yang telah diadopsi negera-negara dalam memperluas perlindungan sosial bagi pekerja rentan (informal), antara lain :
- Memperluas cakupan hukum, dengan mempertimbangkan situasi berbagai kelompok pekerja;
- Mendefinisikan kembali konsep “karyawan”dalam undang-undang jaminan sosial;
- Menurunkan atau menghilangkan batas cakupan minimum sehubungan dengan ukuran perusahaan;
- Mengadaptasi mekasnisme pembiayaan, meningkatkan koordinasi dan mengurangi fragmentasi dalam sistem jaminan sosial (misalnya dengan mengurangi biaya, menyederhanakan pendaftaran, mengembangkan skema yang disederhanakan, subsidi iuran dll);
- Menyesuaikan tingkat, frekwensi, perhitungan dan pemungutan iuran, misalnya dengan memperhitungkan fluktuasi pendapatan atau pendapatan semusim;
- Menyederhanakan prosedur administrasi, memfasilitasi akses dan memastikan probilitas dan transparansi (misalnya menyampaikan layanan terpadu dengan akses selular)
- Memastikan mekanisme inspeksi, kepatuhan, dan insentif yang diadaptasi;
- Memperkuat peningkatan kesadaran dan informasi, menargetkan kategori pekerja tertentu;
- Memfasilitasi organisasi pekerja (misalnya melalui perjanjian pendaftaran bersama); dan
- Memperkuat insentif untuk formalisasi (misalnya melalui kebijakan pengadaan public, insentif pajak untuk majikan pekerja rumah tangga).
Peningkatan pekerja rentan saat ini harus menjadikan Serikat Pekerja memprioritaskan peningkatan akses perlindungan sosial bagi pekerja di perekonomian informal, dan dengan demikian agenda organisasi dalam transformasi serikat pekerja dapat melahirkan kebijakan-kebijakan yang menyentuh pekerja rentan. Serikat Pekerja dapat melakukannya melalui dialog sosial yang efektif dan inklusif, menjadi kontributor pada respon kebijakan yang terkoordinasi untuk memperluas perlindungan sosial bagi pekerja di perekonomian informal terutama pasca pandemi.
Serikat Pekerja dapat meningkatkan kapasitas perwakilannya melalui strategi dan layanan inovatif untuk menarik, mempertahankan, dan mewakili semua pekerja, termasuk kemitraan dengan pekerja di perekonomian informal dan organisasi perwakilan serikat pekerja. Selain itu partisipasi serikat pekerja dalam tata kelola perlindungan sosial juga menjadi kunci untuk memastikan perlindungan sosial yang komprehensif dan memadai bagi semua pekerja.
Royanto juga memandang perlunya para pengurus serikat pekerja memiliki pengetahuan teknis tentang perlindungan sosial dan ekonomi informal secara efektif, sehingga mampu memberi pertimbangan pada pembuatan kebijakan di berbagai tingkat kebijakan. Selain itu serikat pekerja juga dapat menggunakan standar penilaian Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dalam meningkatkan isu-isu kunci dalam memperluas perlindungan sosial pekerja rentan dan serikat pekerja harus menjadi pemain sentral dalam peningkatkan kesadaran pekerja, pengusaha dan pemerintah tentang hak-hak dan kewajiban sosial.
“Serikat Pekerja bukanlah penonton pasif. Serikat Pekerja adalah aktor perubahan. Serikat pekerja memiliki peran dan tugas untuk menyuarakan kebutuhan pekerja dan memastikan bahwa komitmen yang dibuat pada tingkat internasional yang benar-benar mendukung pekerja, harus diubah menjadi kebijakan konkrit dan komitmen keuangan negara.
Semua itu akan diperjuangkan melalui Serikat Pekerja Kerah Biru.
KSPSI makin bergerak maju, Pekerja Indonesia makin bangga berorganisasi, moga tidak ada yg menciderai proses tsb.