Jakarta_Kspsinews,- Kantor ILO Jakarta melakukan pertemuan konsultasi hasil kerja ILO di Sektor Kelapa Sawit dengan menghadirkan unsur tripartit antara Pemerintah, GAPKI (Pengusaha) dan JAPBUSI (Serikat Pekerja/Serikat Buruh), Jakarta. Rabu, 13 September 2023. Pertemuan ini sebagai upaya mendukung peningkatan citra sektor kelapa sawit Indonesia, ILO dengan dukungan dari konstituennya di Indonesia dan pendanaan dari Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (USDOL) dan Biro Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Perburuhan (USDRL) mengimplementasikan dua proyek bertajuk “Advancing Workers’ Rights in Indonesia’s Palm Oil Sector” dan “Improving Workers’ Rights in Rural Sectors with Focus on Women”. Kedua proyek ini telah menerapkan berbagai intervensi strategis untuk mengatasi defisit pekerjaan layak di sektor kelapa sawit. Inisiatif ini dilaksanakan sebagai bagian dari program Nasional Pekerjaan Layak dan agenda Indonesia untuk meningkatkan citra sektor kelapa sawit.
Januar Rustandie selaku National Project Manager untuk proyek “Improving Workers’ Rights in Rural Sectors with Focus on Women”sektor yang dalam hal ini difokuskan pada kelapa sawit dan perikanan memaparkan berbagai pencapaian sejak dimulainya program ini diantaranya Pembentukan Forum Tripartit di Sektor Kelapa Sawit dan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Provinsi (DK3P) serta Forum Tripartit. Adapun tujuan dibentuk DK3P dan forum ini untuk menekan angka kecelakaan kerja, mendorong penerapan budaya K3 yang lebih baik dan tangguh serta meningkatkan hak-hak pekerja di sektor rural (pedesaan) dan kelapa sawit sesuai arahan Menteri Ketenagakerjaan.
Namun salah satu peserta dari Pihak GAPKI asal Kalimantan Barat menjelaskan bahwa untuk Kalimantan Barat justru peran serikat pekerja/buruh kurang begitu nyata karena para pekerja cenderung lebih mempercayakan penyelesaian persoalan kepada pemuka adat. Penjelasan ini menjadi salah satu masukan agar dalam dialog sosial kedepan juga melibatkan peran serta masyarakat adat.
Sementara itu salah satu perwakilan KSPSI Alwi Harahap yang merupakan Ketua Pengurus Daerah FSP5K Sumatera Selatan berharap agar kegiatan ini tidak hanya dilakukan di Riau dan Kalimantan Timur tetapi juga Sumatera Selatan mengingat pekerja di Sumatera Selatan juga tergolong besar jumlahnya.
Disatu sisi Wakil Sekjen DPP KSPSI, Royanto Purba menyampaikan agar fungsi pengawasan dari Pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan sesuai dengan Perpres 21 Tahun 2010 dapat dimaksimalkan. Menurutnya kapasitas pengetahuan tentang perkebunan dan industry kelapa sawit wajib dimiliki oleh pengawas. Selain itu perlu perbaikan fasilitas dan memperbanyak jumlah pengawas mengingat daerah-daerah perkebunan masih banyak yang terisolir dan sulit akses dalam menjangkau.
Pada bagian kedua pertemuan tersebut dilakukan juga diskusi konsultasi tentang “Advancing Workers’ Rights in Indonesia’s Palm Oil Sector” pandu langsung oleh Yunirwan Gah selaku penanggung jawab proyek ILO tersebut. Menurut Yuniar bahwa dalam industri kelapa sawit terutama di perkebunan perlu penguatan kapasitas Serikat Pekerja/Serikat Buruh, peningkatan kwalitas dialog sosial dan penguatan bipartite serta tripartit. Sebagaimana diketahui Pekerja pedesaan di Indo-Pasifik menghasilkan beberapa komoditas, termasuk produk ekspor utama. Proyek ini berfokus pada sektor[1]sektor tertentu: perkebunan pisang, pengolahan tuna, dan pertambangan (emas dan nikel) di Filipina dan industri pengolahankelapa sawit dan ikan di Indonesia.
Royanto juga menyampaikan agar Peraturan Presiden No.44 Tahun 2020 Tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit yang berkelanjutan benar-benar dilaksanakan dan juga disosialisasikan untuk dipahami juga para pekerja/buruh sehingga pekerja/buruh juga dapat membantu pengawasan. Sebagaimana terdapat 7 prinsip Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) diataranya kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, penerapan praktik perkebunan yang baik, pengelolaan lingkungan hidup, sumberdaya alam, dan keanekaragaman hayati, tanggung jawab ketenagakerjaan, tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, penerapan transparansi, dan peningkatan usaha secara verkelanjutan.
Hal ini diungkapkan Royanto terkait masukan dari Elvis Beytullayev (ILO-Rural Economy, Jenewa) tentang intervensi ILO di masa mendatang mengenai kepatuhan sosial dalam rantai pasokan global. Menurutnya Royanto saat ini dari beberapa sumber baru sekitar 17% Perusahaan sektor kelapa sawit yang mengikuti sertifikasi ISPO.
Sementara itu pada penutupan kegiatan, Abdul Hakim selaku National Project Manager ILO menegaskan bahwa aka nada dua output dari rencana Kepatuhan Global yang akan dimulai di Indonesia diantaranya : Social Compliance System dimana Perusahaan bertanggung jawab secara sosial, bukan hanya dalam produksi namun memastikan bahwa proses, operasi, dan praktik bisnis berjalan sesuai dengan seperangkat norma yang telah ditentukan atau disepakati terutama bagi pekerja. Hal kedua adalah anggota GAPKI dan Serikat Pekerja/Buruh dapat mengadopsi sistemnya dan diujicobakan di tempat-tempat tertentu melalui wadah JAGASAWITAN.