Jakarta_Kspsinews,- Dalam rangka mendorong implementasi kebijakan Koordinasi Manfaat (CoB) antara BPJS Kesehatan dengan Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT), Komite Jaminan Sosial DPN APINDO bekerjasama Dewan Pengawas BPJS Kesehatan melaksanakan Serap Aspirasi tentang Perkembangan Rencana Implementasi Koordinasi Manfaat Program JKN dengan Asuransi Komersial Tambahan.APINDO selaku penyelengara acara memandang perlunya untuk mendapatkan masukan tentang berbagai manfaat, peluang, tantangan dan kendala implementasi program CoB dari para stakeholder terkait dalam bentuk diskusi umum yang akan dilaksanakan di Permata Kuningan, Jakarta, pada Kamis (31/08/2023).

Latarbelakang acara ini sebagaimana pasal 48 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan dijelaskan bahwa peserta program JKN yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari haknya, dapat meningkatkan kelas perawatan dengan membayar selisih biaya, termasuk layanan eksekutif. Ketentuan ini merupakan amanah dari penjelasan pasal 32 ayat(4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.  Dalam kebijakan tersebut dikatakan bahwa peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari pada haknya (kelas standar), dapat meningkatkan kelasnya dengan mengikuti Asuransi Kesehatan Tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin  oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.

Rencana implementasi kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), APINDO dan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan (khususnya dari unsur Pemberi Kerja) berpandangan agar sebaiknya kebijakan Koordinasi Manfaat, atau biasa disebut Coordination of Benefit (CoB) yakni program penjaminan bersama antara JKN dengan Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT) dapat segera dirumuskan sehingga dapat diimplementasikan paling lambat bersamaan dengan pelaksanaan penuh KRIS. Hal ini dikarenakan dengan adanya KRIS, diasumsikan terdapat potensi turunnya kelas pelayanan bagi peserta program JKN Kelas 1 yang saat ini sebagian besar terdiri dari Pekerja Penerima Upah (PPU) di segmen Badan Usaha (BU). Dengan adanya  implementasi koordinasi manfaat/CoB antara BPJS Kesehatan dan AKT, akan terdapat  solusi bagi Pekerja dan Pemberi Kerja untuk menjaga tingkat standar layanan yang didapatkannya saat ini, tetap sama dengan saat KRIS diimplementasikan.

Kondisi riil lain yang juga perlu diperhatikan adalah saat ini banyaknya Badan Usaha yang selain mendaftarkan pekerjanya dalam program JKN, juga memberikan tambahan benefit berupa penjaminan kesehatan menggunakan perusahaan AKT. Pada praktiknya, pekerja[1] pekerja yang mendapatkan benefit tambahan demikian hampir tidak pernah menggunakan haknya sebagai peserta JKN karena merasa penjaminan dengan AKT  lebih baik dari sisi standar dan mutu layanan yang diberikan. Akibatnya, ada sebagian pemberi kerja dan juga pekerja yang merasa iuran JKN yang setiap bulan dibayarkannya  menjadi sia-sia. Hal ini didukung dengan data BPJS Kesehatan yang menemukan bahwa rasio klaim untuk segmen PPU BU adalah paling rendah dibandingkan segmen lainnya yaitu 41% untuk PPU BU kelas 1 dan 74% untuk PPU BU kelas 2 sampai dengan Juni 2023. Adapun untuk keseluruhan segmen peserta program JKN, angka rasio klaim mencapai 99,5% di periode yang sama. Adanya kebijakan CoB diperkirakan akan dapat mengoptimalkan utilisasi manfaat program JKN oleh peserta program JKN, khususnya di segmen PPU BU yang memiliki juga program AKT.

Sementara itu Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pimpina Yorrys Raweyai yang diwakili oleh Sekjen DPP KSPSI Bibit Gunawan dan Wakil Sekjen Royanto Purba mendukung KRIS selama itu tidak menjadi beban yang memberatkan pekerja/buruh.  Sementara untuk CoB tentu harus memperhatikan kesiapan rumah sakit dalam ketersediaan penerapan proses pemisahan tagihan atau split billing. Tantangan besar dalam penerapannya adalah masih terletak pada mekanisme rujukan melalui fasilitas kesehatan tingkat pertama karena sebarannya yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia dan ketersediaan dokter umum yang praktik di klinik.

By Admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *