Dengan telah terbitnya laporan ketiga “(Brown report)” dari ILO Jenewa tentang draft konvensi dan rekomendasi kerja layak dalam ekonomi berbasis platform, Pemerintah Indonesia diminta untuk memberikan usulan/masukan/perubahan /komentar terhadap laporan tersebut. Untuk itu, Biro Kerjasama Sekretariat Jendral Kementerian Ketenagakerjaan RI menyelenggarakan konsultasi Tripartit dalam rangka mendapatkan masukan dari Pihak Pengusaha dan Pekerja Indonesia pada tanggal 4 – 6 November 2025, Di Jakarta.

Kegiatan yang secara resmi dibuka oleh Sekretaris Jendral Kemnaker Ri, Cris Kuntadi dihadiri oleh Kementerian terkait (Kemenhub, Komdigi, Kemkumham, Kemlu, Kemnaker), Perwakilan ILO Jakarta, Perwakilan APINDO, KADIN dan 12 Perwakilan Konfederasi Seriat Pekerja di Indonesia. Kegiatan ini dinilai sangat penting dilakukan dalam merespon semakin pesatnya perkembangan terknologi, terlebih AI, yang telah berdampak pada  terjadinya perubahan – perubahan pada pola kerja. Hal tersebut berdampak pada banyaknya pekerjaan lama yang hilang dan lalu berganti dengan pekerjaan- pekerjaan baru.

Fenomena diatas harus sedini mungkin diantisipasi dengan cara mengatur agar pekerja dapat bekerja pada industry digital platform tetap dalam kondisi kerja yang aman dan mendapatkan kesejahteraan serta kepastian penghasilan yang layak. Bagi pemerintah Indonesia, usulan dan tanggapan dalam penyusunan draft ini sangatlah penting dalam memastikan posisi nasional (Pemerintah, Pengusaha dan Pekerja Indonesia) terkait kondisi pekerja digital platform.

Disamping untuk menambah sinergi dan kolaborasi Tripartit di Indonesia, kegiatan ini diharapkan akan mendapatkan masukan berupa substansi konvensi dan rekomendasi yang bersifat konstruktif dan representatif. Hal ini diperlukan untuk dasar dalam penyusunan laporan keempat dan terakhir,  yang akan dibahas Internasional Labour Conference sesi ke-114 tahun 2026. Dengan adanya masukan terhadap Draft Konvensi dan Rekomendasi ini diharapkan membawa manfaat bagi perlindungan dan kesejahteraan pekerja Indonesia dimasa depan.

Pembahasan

Tanggapan Tripartit Indonesia terhadap draft Konvensi dan Rekomendasi adalah terkait dengan :

  1. Pengertian dan ruang lingkup (Definition and scope)
  2. Prinsip dan Hak Dasar di tempat kerja (Fundamental principle and rights at work)
  3. Keselamatan dan kesehatan Kerja (Occupational safety and health)
  4. Kekerasan dan Pelecehan (Violence and harrashment)
  5. Promosi Ketenagakerjaan (Employment Promotions)
  6. Hubungan Ketenagakerjaan (Employment Relations)
  7. Imbalan (Remunerations)
  8. Jaminan Sosial (Socials Security)
  9. Dampak Pembukaan Sistem Otomatis (Impact of the use of automated systems)
  10. Perlindungan Kerahasiaan Data Pribadi Pekerja Platform Digital (Protections of Digital Platform workers’ personal data and privacy)
  11. Pembekuan dan Penon-aktifan akun dan Pemutusan Kerja atau Keterlibatan (Suspension or Deactivation of account and termination of employment or enggagement)
  12. Syarat dan Ketentuan Ketenagakerjaan atau keterlibatan (Term andconditions of employment or enggagement)
  13. Perlindungan Pekerja Migran dan Pengungsi (Protection of Migrant and refugees)
  14. Penyelesaian Sengketa dan Upaya Pemulihan (Dispute resolutions and remedies)
  15. Kepatuhan dan Penegakan (Compliance and Enforcement)
  16. Perlakuan yang sama (No less favourable treatment)
  17. Implementasi (Implementation)

Paparan awal dari ILO Jakarta

ILO Jakarta menjelaskan bahwa Draft Konvensi ILO ini merupakan lanjutan laporan Putih yang telah dibahas ditahun 2024. Dimana ILO Jenewa meminta negara- negara anggota agar memberikan masukannya. Diingatkan bahwa Konvensi ini adalah bukan milik ILO, tetapi milik bersama di Indonesia secara khusus dan negara- negara diseluruh dunia secara umum. Maka masukan dari Tripartit ini akan menciptakan arah dari isi konvensi ini untuk masa depan pekerja digital Platform diseluruh dunia.

Pembahasan Draft Konvensi ini secara resmi sejak 31Januari 2024 saat ILO mengeluarkan “white report” . Dibuat berdasarkan questioner yang telah dikirimkan kepada negara-negara anggota. Yang berisi tentang rangkuman tentang hukum dan praktek yang berlaku serta diminta pendapat, apakah setuju tidak jika diciptakan standart Internasional untuk Pekerja digital Platform.

Februari 2025, ILO telah merangkum yang menjadi “Yellow Report”. Dalam laporan ini sudah mulai terlihat mengenai  pilihan dari masing- masing negara,  kerangka dan isi standart intenasional. Yellow report inilah yang menjadi pembahasan didalam ILC ke-113 bulan Juni 2025 di Jenewa. Dimana didalam forum tersebut diantaranya menyetujui adanya dibentuknya sebuah Standart Internasinal yang mengatur tentang Ekonomi Digital Platform.

Dalam kegiatan ini, draft konvensi sudah berbentuk “Brown report”, dimana tugas dari masing-masing pihak yang hadir adalah memberikan masukan terhadap draft Konvensi dan Rekomendasi untuk setiap pasalnya.

Pihak ILO Jenewa memberikan waktu bagi Pemerintah Indonesia sampai tanggal 14 November 2025 untuk mengirimkan tanggapannya. Dimana tentu, hasil tanggapan tersebut sudah harus didiskusikan oleh organisasi Pekerja dan Organisasi Pengusaha di Indonesia. Dan pada bulan Maret 2026, ILO Jenewa akan mengeluarkan “Blue Report”. Laporan ini adalah semacam revisi dari “Brown Report” yang akan dibawa di ILC 2026 untuk kemudian disetujui atau tidak terkait konvensi ini.

Diantara beberapa Catatan ILO Jakarta

  1. Meskipun beberapa anggota Komite menganggap teks Kesimpulan yang diusulkan untuk Konvensi sebagai dasar yang cocok untuk Konvensi berbasis prinsip, ada banyak pihak berpendapat bahwa ada ruang untuk fleksibilitas lebih lanjut. Bahwa banyak negara anggota menyukai Konvensi yang menetapkan prinsip-prinsip utama terkait kerja layak dalam ekonomi platform, tanpa menetapkan aturan dan cara pelaksanaan yang terperinci, sehingga memungkinkan Negara Anggota untuk menentukan langkah-langkah yang paling tepat untuk memberikan efek pada hak dan kewajiban.
  2. ​Untuk meningkatkan fleksibilitas beberapa ketentuan, ILO Jakarta mengusulkan untuk memperkenalkan frasa “sesuai dengan sifat pengaturan kerja dan klasifikasi status pekerja platform digital dalam pekerjaan” dalam satu Pasal dari draf Konvensi dan empat Paragraf dari draf Rekomendasi. Frasa “sifat pengaturan kerja” akan mencakup berbagai keadaan di mana pekerjaan dilakukan, termasuk berbagai jenis kontrak kerja di antara pekerja upahan; tingkat otonomi yang bervariasi di antara pekerja mandiri; keragaman tempat di mana pekerjaan dilakukan, termasuk apakah secara online atau berbasis lokasi; dan berbagai cara di mana pekerjaan diorganisir, dilaksanakan, dan diberi imbalan.
  3. ​Sepanjang draf Konvensi, ILO Jakarta telah mengganti kata “seharusnya” (should) dengan “akan” (shall) sesuai dengan praktik penyusunan standar untuk mencerminkan sifat mengikat dari suatu Konvensi.
  4. Penambahan kata “atau pembayaran” (or “payment”) pada setelah kata “remunerasi” (remuneration)

Hasil Kegiatan

Tercatat ada sekitar pasal 30 pasal dalam Konvensi dan 30 poin rekomendasi yang telah selesai didiskusikan dalam kegiatan tersebut. Dalam pembahasannya, terdapat banyak catatan yang dibuat dalam hal tidak tercapainya kesamaan pendapat. Ada pula pasal-pasal yang sepakat dihilangkan karena dirasa tidak efisien sebab isinya mengulang dari pasal yang ada.

Dalam penilaian dan pemahaman masing – masing pihak, baik pihak pengusaha maupun pekerja, masih terdapat perbedaan yang sangat mendasar dari draft konvensi ILO ini. Bahkan, dampak dari kekhawatirannya, Pihak pengusaha sudah berhitung untuk mempersiapkan langkah – langkah dalam melakukan efisiensi jika Konvensi ini diberlakukan.

Pihak Pengusaha tetap pada prinsipnya bahwa perusahaan digital platform yang ada di Indonesia hanya mengenal mempunyai hubungan kemitraan dengan para pekerjanya. Mereka tidak mengenal adanya Serikat Pekerja, Berunding Bersama dan menanggung Jaminan sosial mitranya.

Dari sisi pihak Pekerja, Isi dari Draft Konvensi ini justru sangat disambut baik. Dimana draft konvensi ini meminta agar industry digital platform memastikan adanya kesamaan dengan apa yang dimiliki dalam hubungan kerja formal ( tidak ada hubungan kemitraan, kepastian upah, ketersediaan jaminan sosial dan perlindungan dari K3).

Melihat adanya perbedaan prinsip ini, Pemerintah diharapkan bisa hadir dalam menjembatani kepentingan pihak pekerja dan Pengusaha jika konvensi disahkan untuk diadopsi oleh seluruh negara anggota ILO.***Hendi Purnomo

By Admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *