Ditengah badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia periode Maret 2025, dengan puluhan ribu pekerja yang harus kehilangan pekerjaan dan upah diberbagai industri, ILO Indonesia & Timor Leste mengundang Serikat Pekerja/Buruh dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) untuk membahas dan mengupas kondisi terkini dari PHK dan isu – isu yang ada di Jaminan Sosial, Senin 24 Maret 2025, di kantor ILO Jakarta, melalui Ippei Tsuruga, Social Protection Programme Manager ILO.
KSPSI pimpinan Bapak Yorrys Raweyai hadir diwakili oleh Bendahara Umum, Siti Nur Azizah dan Wakil Sekjen, Rizky Yudha Pratama. Dalam diskusi, Bendahara Umum menekankan agar pemerintah harus selalu hadir, sedangkan Rizky menyoroti tentang jumlah ter PHK yang cenderung senyap di industri Perbankan dan IKNB (Industri Keuangan Non Bank) dan praktek PHK yang bertentangan dengan Undang-undang.
Dalam diskusi tersebut, Serikat Pekerja/Buruh menyoroti “kejanggalan” dan legal standing program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bila merujuk pada Undang – undang. Serikat juga menyuarakan agar dilakukan audit secara komprehensif terhadap JKP dan program sejenis seperti Kartu Prakerja. “Harapan agar pemerintah dapat tangap dan bisa mencegah PHK besar-besaran untuk tidak terjadi lagi kedepannya, belum bisa terlihat”, seru Serikat.
Jaminan Sosial yang diharapkan bisa menjadi jaring pengaman pekerja yag ter-PHK melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP) (untuk usia tertentu), dari BPJS Ketenagakerjaan, dianggap masih belum bisa menggaransi masa depan Pekerja, “Program JKP harusnya bisa seperti unemployment program di Singapura yang memberikan Rp 71 juta setiap bulan kepada tiap pekerja yang ter PHK”, ujar DJSN. DJSN juga menekankan perlunya program proteksi bagi pengangguran dan kekhawatiran gelombang PHK massal susulan. DJSN juga menghimbau kepada Konfederasi Serikat untuk aktif berdiskusi dengan DJSN dan sampaikan aspirasi dari anggotanya.
Terdapat 3 (tiga) poin yang berhasi disimpulkan oleh ILO, Serikat dan DJSN :
- Audit, evaluasi dan reformasi program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), benahi pola, tujuan dan aturan – aturan yang melandasi JKP. serta mendorong untuk bangun ulang konsep Jaminan Sosial.
- Jaminan Pensiun (JP) harus diperkuat, contohnya data jumlah ter PHK harus akurat dan iuran pensiun yang sesuai.
- Serikat Pekerja harus mendorong proses keberlanjutan peserta jaminan sosial. Dalam hal perselisihan, prakteknya Serikat Pekerja selalu mengedepankan dialog secara Bipartit danTripartit.
Ippei menambahkan dalam penutup diskusi, bahwa Indonesia tidak memiliki standar usia pensiun yang baku, usia pensiun di perusahaan swasta berbeda dengan Lembaga Pemerintahan, Militer, BUMN atau dunia pendidikan. Ippei juga menegaskan perlunya SOP (Standard Operating Procedure) yang jelas dalam seluruh program Jamsos di Indonesia.***Rizky