Singapura_Kspsinews – Pertemuan Regional ILO ke 17 di Kawasan Asia Pasifik dan Negara-negara Arab yang berlangsung 6-9 Desember 2022 di Singapura membawakan tema “Renewed social justice for a human-centred recovery in Asia, the Pacific and the Arab States” (keadilan sosial yang diperbarui untuk pemulihan yang berpusat pada manusia di Asia, Pasifik, dan Negara-negara Arab). Pertemuan yang dihadiri sekitar 34 negara di Kawasan Asia Pasifik dan Negara-Negara Arab. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi, dengan Anggota dari Kementerian Luar Negeri, Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, serta delegasi dari Kelompok Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yaitu dari KSPSI dan KSPI, dan Organisasi Pengusaha, dalam hal ini APINDO. Menteri Tenaga Kerja RI Ida Fauziah juga dikabarkan bakal menghadiri acara tersebut.
Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Bibit Gunawan selaku ketua delegasi pekerja pada pertemuan ini akan menyampaikan laporan dan masukan pada acara tersebut hari ini. Kepada “kerahbirunews” Bibit menjelaskan bahwa ILO tidak pernah lelah menciptakan kondisi yang lebih baik untuk masyarakat dalam berbangsa dan bernegara khususnya dinegara-negara Kawasan Asia Pasifik, sebagai tindak lanjut dari semangat Deklarasi Bali yang dihasilkan pada kegiatan yang serupa (APRM) yang diselenggarakan di Bali, Indonesia pada tahun 2016.
Kepada media kerahbirunews, Bibit mengatakan “Bukanlah hal yang instan untuk melihat prestasi tersebut, mengingat peta perubahan dunia dengan munculnya pandemi Covid-19 yang menyebabkan semua negara harus berkonsolidasi bersama demi kontrol dan revitalisasi akibat pandemi, sehingga tidak menyebabkan penurunan kualitas hidup meskipun kenyataan di lapangan menggambarkan kondisi sebaliknya, dimana negara terpengaruh secara ekonomi dan secara non-ekonomi.”
Lebih lanjut Bibit mengatakan :”Salah satu poin penting dari Deklarasi Bali adalah mengutamakan pentingnya dialog sosial di berbagai tingkatan. Sesungguhnya dialog sosial ini adalah salah satunya jalan tengah saat badai pandemi Covid-19 berlangsung. Banyak hal yang tidak dapat diselesaikan atau disepakati menurut ketentuan normal, namun melalui dialog sosial dapat diperoleh solusi atau kesepahaman, meskipun sebenarnya paling baik adalah “praktik” yang masih diperlukan dari negara-negara yang telah berhasil mempraktekkan metode ini.”
“Bahwa penanganan pandemi Covid-19 khususnya pasca pandemi adalah pemulihan ekonomi nasional masing-masing negara, dan keberpihakan pada hal-hal yang rentan harus diberikan apresiasi untuk semua negara yang menjalankannya, termasuk Indonesia. Di sisi lain, bahkan sebelum pandemi sebenarnya sudah ada tantangan dalam menghadapi era digitalisasi. Namun proses transisi digital ini yang berbarengan dengan pandemi covid-19 telah menyebabkan semua negara untuk bersaing dengan cara yang positif dalam membenahi proses transformasi digital sehingga tidak berdampak besar, namun faktanya bahwa pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihidari akibat tergerusnya beberapa lapangan kerja. Kondisi ini memacu peran penting penguatan sosial keamanan untuk mengatasi permasalahan yang muncul dan diharapkan dapat meminimalisir dampak yang ditimbulkan perubahan. Dan lagi, semangat dialog sosial akan tercermin di dalamnya negara-negara yang berhasil menghadapi tantangan perubahan.” Ungkap Bibit yang juga Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja NIBA tersebut.
Persoalan pertumbuhan ekonomi pasca pandemi juga dihadapkan pada hal lain isu-isu seperti resesi ekonomi sehingga pada kesempatan ini kami berharap termasuk :
1. Bahwa isu yang menjadi mainstream adalah isu pemerataan pembangunan, sehingga diharapkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan akan mempengaruhi daerah stagnan, selain itu kebijakan untuk penanganan Covid-19 tetap membutuhkan kebijakan yang komprehensif dan dapat membantu sektor ekonomi yang rentan sehingga tidak ada usaha penutupan atau penurunan indeks kualitas hidup pekerja dengan PHK yang dapat dihindari. Kebijakan pemulihan ekonomi harus diselaraskan dengan kebijakan lain sehingga dapat melindungi semua.
2. Kebijakan perlindungan sosial juga perlu ditingkatkan, perlindungan sosial universal, dan perlunya langkah-langkah konkret yang dipertimbangkan untuk mewujudkan hal ini, sehingga tidak membebani dunia bisnis, tetapi memberikan nilai tambah bagi pekerja.
3. Selanjutnya, masalah produktivitas juga harus diberikan perhatian yang lebih besar dan tidak diberhentikan begitu saja menurut hukum pasar, perlu pemahaman bahwa karakteristik pasar memiliki dimensi yang tidak tentu sejalan dengan kebijakan yang berkaitan dengan produktivitas dan upah, terutama upah minimum.
4. Penciptaan lapangan kerja juga diharapkan dapat mengatasi masalah pekerja muda, mengingat beberapa negara termasuk Indonesia memiliki “postur” kelebihan jumlah pekerja muda dan akan mencapainya puncaknya dalam beberapa tahun mendatang. Membuka akses pekerja muda akan menciptakan nilai positif bahkan berpotensi untuk meningkatkan PDB suatu negara. Oleh karena itu, diharapkan dalam momentum ini, melalui pertemuan APRM kali ini akan banyak terobosan yang bisa dilakukan oleh pemerintah, pengusaha dan pekerja.