Bandung_Kspsinews, Mensikapi Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) 6 (enam) Konfederasi SP-SB : Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Pimpinan Yorrys Raweyai (KSPSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI ATUC), Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia (K-SARBUMUSI) menyelenggarakan kegiatan bersama workshop bertajuk ‘Advokasi SP-SB Untuk RUU KIA’ yang di support International Labour Organization (ILO) Jakarta pada tanggal 28-29 November 2023 yang dihadiri 50 peserta Federasi Serikat Pekerja Anggota Konfederasi SP-SB di Hotel Santika Pasir Kaliki – Bandung, Jawa Barat.
Workshop Advokasi SP-SB untuk RUU KIA ini merupakan kelanjutan dari pertemuan ILO Jakarta yang telah mengundang 6 (enam) Konfederasi SP-SB tanggal 20-21 Juni 2023 di Banten untuk membahas pengayaan isi RUU KIA yang disandingkan dengan UU Ketenagakerjaan, UU Kesehatan dan telah menghasilkan Kertas Posisi Bersama SP-SB.
Workshop Advokasi SP-SB untuk RUU KIA di khusus untuk ‘mensosialisasikan kertas posisi Bersama’ kepada Federasi Serikat Pekerja Anggota Konfederasi SP-SB.
Dalam sambutan Early Dewi Nuriana, Staff Program ILO untuk Ekonomi Perawatan, Workshop ini ”Selain untuk mensosialisasikan draft kertas posisi SP-SB terhadap RUU KIA kepada pengurus Konfederasi dan Federasi-federasi SP-Anggotanya, sekaligus menyusun rencana kongrit tindak lanjut (jangka pendek – menengah dan panjang) 6 (enam ) Konfederasi SP-SB, ILO juga memperkenalkan konsep 5R ekonomi perawatan: pengakuan (recognition), pengurangan (reduction), pembagian (redistribution), perwakilan (representation) dan penghargaan (reward). “Hanya separuh perempuan Indonesia yang dapat berpartisipasi dalam angkatan kerja, dibandingkan dari lebih delapan puluh persen laki-laki. Konsep 5R dapat mengarah pada perubahan sosial yang diperlukan demi mencegah perempuan meninggalkan dunia kerja akibat tanggung jawab perawatan dan rumah tangga,” lebih lanjut disampaikan ”Paling tidak, apa yang kita kontribusikan hari ini bisa dinikmati generasi mendatang, minimum 20 tahun kedepan. Bagaimana seluruh pekerja di Indonesia dapat menikmati apa yang menjadi benefit dari RUU KIA ini.”
Hal senada disampaikan Elly Silaban, Presiden KSBSI dalam sambutannya sekaligus membuka kegiatan workshop Advokasi SP-SB untuk RUU KIA mengatakan bahwa ”Upaya mengkampanyekan kertas posisi KIA sangat penting untuk dilakukan bersama, terutama terhadap isu-isu prioritas ketenagakerjaan saat ini, Elly Rosita Silaban juga mengingatkan kembali kepada peserta workshop bahwa, anda ini adalah pejuang, yang pernah menciptakan satu hal, yang mungkin tidak pernah merasakan manfaatnya, melainkan generasi selanjutnya akan berterima kasih karena mereka yang akan menerima manfaatnya”, pungkasnya.
Sementara HM. Jusuf Rizal, Ketua Harian KSPSI Pimpinan Yorrys Raweyai menyampaikan ”Sudah saat Serikat Pekerja – Serikat Buruh tidak hanya terkonsentrasi berjuang terhadap hal-hal normatif saja seperti UMP setiap tahunnya, tetapi banyak masalah ketenagakerjaan yang tak kalah pentingnya juga harus mendapatkan perhatian dan diperjuangkan bersama-sama, seperti masalah pada Perlindungan Kesejahteraan Ibu dan Anak : hak Maternitas dan hak Paternitas (cuti & peran ayah dalam perawatan terhadap alat reproduksi perempuan dan anak), RUU KIA tersebut mengusulkan perpanjangan cuti melahirkan dari 3 menjadi 6 bulan dan cuti ayah dari 2 menjadi 40 hari. Masih dalam proses peninjauan oleh kementerian terkait, RUU KIA tersebut menerima berbagai respons dari pengusaha atas implikasinya terhadap biaya tenaga kerja, serta dari pekerja atas ketakutan menurunnya perekrutan tenaga kerja perempuan atau pemutusan kontrak selama kehamilan”.
Hal senada disampaikan Tri Ruswati Wasekjen KSPSI Bidang Perempuan & Anak, ”Perlunya Mempromosikan secara kontinyu Hak Maternitas dan Paternitas (kehamilan dan melahirkan) dan perawatan kesehatan yang aman untuk kelangsungan hidup ibu dan bayi dan penunjang lainnya. Ini juga merupakan titik sentral untuk Pekerjaan yang layak dan produktivitas bagi perempuan serta
Kesetaraan gender di tempat kerja. Karenanya, perlindungan Maternitas adalah hak dasar pekerja yang dituangkan dalam Perjanjian hak asasi manusia universal yang utama”. Hal lain yang harus diperjuangkan termasuk biaya cuti melahirkan, dimana hukum di Indonesia yang menjamin pembayaran manfaat tunai sebesar 100% dari penghasilan sebelumnya, namun pembayaran ini tidak dilakukan oleh Jaminan sosial dan hanya menjadi kewajiban dari pengusaha, itupum masih banyak dilanggar atau diabaikan oleh pengusaha. Untuk itu perlu adanya Jaminan cuti maternitas 14 minggu dan pembayaran manfaat tunai dengan Jaminan sosial dengan skema pembayaran dibebankan kepada pemerintah sebesar 50% dan pemberi kerja sebesar 50%, dengan sistem jaminan sosial, bukan dalam bentuk bantuan sosial. Biaya cuti melahirkan selama 6 bulan, cuti keguguran selama 1,5 bulan, dan cuti pendampingan selama 40 hari , sementara bagi lbu bukan penerima upah dibebankan kepada Pemerintah sebesar 100% dengan sistem jaminan sosial, bukan dalam bentuk bantuan sosial. Selain itu perusahaan juga dapat menyediakan ruang laktasi, daycare (ruang penitipan anak) bagi pekerja/ buruh perempuan, karena ini penting bagi ibu, anak, dan keluarga agar terciptanya kerja layak dan ketenangan bekerja dalam upaya meningkatkan produktivitas di tempat kerja”, pungkasnya.
(Penulis Tri Ruswati)